meatthesavages.com – Baru-baru ini, tersebar informasi di media sosial yang menyatakan bahwa vaksin COVID-19 jenis mRNA, seperti Pfizer dan Moderna, dapat menyebabkan efek samping jangka panjang yang serius, termasuk komplikasi seperti penggumpalan darah hingga kanker, dengan durasi efek yang berlangsung antara 5 hingga 15 tahun. Namun, Dicky Budiman, seorang pakar epidemiologi, telah membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa informasi itu tidak berdasar.
Ulasan Klinis dan Pengawasan Vaksin mRNA:
Dicky Budiman menjelaskan bahwa vaksin mRNA telah menjalani proses uji klinis yang ekstensif di berbagai fase yang melibatkan ribuan peserta untuk menilai keamanan dan efektivitasnya. Setelah mendapatkan persetujuan, pengawasan terhadap vaksin ini terus dilakukan, dengan jutaan orang di seluruh dunia telah menerima vaksin tersebut.
Data Efek Samping:
Data mengenai efek samping serius yang terkait dengan vaksin mRNA sangat jarang terjadi. Efek samping yang lebih umum termasuk nyeri pada lokasi suntikan, demam, dan kelelahan. Dicky menegaskan bahwa tidak terdapat bukti ilmiah yang mendukung klaim tentang kerusakan jangka panjang. “Sebagian besar komponen dari vaksin mRNA termasuk mRNA itu sendiri, cepat dipecah dan dieliminasi dari tubuh dalam beberapa hari pasca vaksinasi, sehingga tidak bertahan lama di dalam tubuh,” ujar Dicky.
Mitos Integrasi mRNA dan DNA:
Selanjutnya, Dicky membantah klaim bahwa mRNA dari vaksin dapat berintegrasi dengan DNA manusia dan menyebabkan mutasi genetik. Ia mengklarifikasi bahwa mRNA vaksin tidak dapat memasuki inti sel di mana DNA berada. Selain itu, risiko pengembangan penyakit autoimun pasca vaksinasi sangat rendah, dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan risiko komplikasi serius yang ditimbulkan oleh infeksi COVID-19 itu sendiri.
Pernyataan Komnas KIPI:
Prof Hinky Hindra Irawan Satari, Ketua Komnas KIPI (Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), menambahkan bahwa berita yang beredar tentang efek samping vaksin mRNA adalah menyesatkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Beliau menekankan bahwa vaksin COVID-19 telah melewati pemeriksaan menyeluruh dan diawasi secara berkelanjutan melalui Post-Marketing Surveillance (PMS).
Hasil Post-Marketing Surveillance:
Menurut Prof Hinky, selama tiga tahun sejak pemberian vaksin, hasil PMS tidak menunjukkan adanya kematian masif akibat vaksin. “Jika terjadi kematian masif, pasti sudah tercatat dalam data Post-Marketing Surveillance. Sampai saat ini, tidak ada laporan dalam jurnal ilmiah ataupun dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai kematian masif akibat vaksin mRNA. Di Indonesia pun, tidak ada laporan serupa,” jelas Prof Hinky.
Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk mengandalkan informasi yang akurat dan berbasis bukti ilmiah dalam menanggapi isu-isu kesehatan publik, termasuk vaksinasi COVID-19.